KOTA MAKASAR, Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri telah mengatur tata cara penulisan nama pada dokumen kependudukan. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2022 tentang Pencatatan Nama pada Dokumen Kependudukan. Dokumen kependudukan adalah dokumen resmi yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) kabupaten/kota, serta mempunyai kekuatan hukum sebagai alat bukti autentik dari pelayanan pendaftaran dukcapil.
Pasal 3 Permendagri merinci, dokumen kependudukan meliputi biodata penduduk, Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el), surat keterangan kependudukan, serta akta pencatatan sipil. Lantas, bagaimana aturan penulisan nama pada dokumen kependudukan yang benar?
Aturan penulisan nama pada dokumen kependudukan Secara umum, pencatatan nama pada dokumen kependudukan dilakukan sesuai prinsip norma agama, kesopanan, kesusilaan, dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 ayat (2) Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 mengatur, nama yang tercatat dalam dokumen KK, KTP, akta pencatatan sipil, atau dokumen penduduk lainnya harus memenuhi persyaratan: Mudah dibaca, tidak bermakna negatif, dan tidak multitafsir Jumlah huruf paling banyak 60 huruf termasuk spasi Jumlah kata paling sedikit dua kata.
Selanjutnya, dalam Pasal 5 aturan yang sama menerangkan, tata cara pencatatan nama pada dokumen kependudukan harus meliputi beberapa hal. Pertama, nama penduduk ditulis menggunakan huruf latin sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia. Kedua, nama marga, famili, atau yang disebut dengan nama lain dapat dicantumkan pada dokumen kependudukan. Kendati demikian, nama marga, famili, atau dengan sebutan nama lain itu harus merupakan satu kesatuan dengan nama penduduk. Ketiga, yakni gelar pendidikan, adat, dan keagamaan dapat dicantumkan pada KK dan KTP elektronik. Penulisan gelar tersebut dapat disematkan pada bagian depan atau belakang nama penduduk dalam bentuk singkatan. Misalnya, gelar dengan penulisan di depan nama, seperti Profesor (Prof), Insinyur (Ir), Dokter (dr), dan Haji (H atau Hj). Sementara itu, gelar yang disematkan di belakang nama, seperti gelar diploma atau sarjana, contohnya Sarjana Pendidikan (S.Pd) atau Ahli Madya Komputer (A.Md.Kom).
Larangan penulisan nama pada dokumen kependudukan Pemerintah juga telah mengatur beberapa larangan dalam tata cara penulisan nama pada dokumen kependudukan, yang mencakup: 1. Nama disingkat Larangan pertama, nama penduduk dalam sebuah dokumen kependudukan tidak boleh disingkat kecuali tidak diartikan lain. Contohnya, menyingkat nama Muhammad menjadi Muh, atau Abdul yang disingkat menjadi Abd pada dokumen kependudukan. 2. Menggunakan angka dan tanda baca Kedua, nama dalam dokumen kependudukan tidak boleh menggunakan angka dan tanda baca. Artinya, nama yang tercatat harus berupa huruf latin tanpa tanda baca, termasuk bebas dari tanda atau simbol apostrof ('). 3. Gelar di akta pencatatan sipil Larangan ketiga, penduduk tidak diperbolehkan mencantumkan gelar pendidikan atau gelar keagamaan pada akta pencatatan sipil. Akta pencatatan sipil terdiri dari Akta Kelahiran, Akta Kematian, Akta Perkawinan, Akta Perceraian, dan Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak. Ketentuan penyematan gelar pada jenis dokumen ini berbeda dengan KK dan KTP. Sebab, data pada KK dan KTP dapat diperbarui kapan pun sesuai dengan kondisi penduduk. Sementara itu, akta pencatatan sipil merupakan dokumen yang mencatat peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seorang penduduk. Bagaimana jika melanggar aturan penulisan nama? Pasal 7 Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 mengamanatkan, pejabat Dinas Dukcapil tidak mencatatkan dan menerbitkan dokumen kependudukan jika nama melanggar ketentuan. Pejabat yang melakukan pencatatan nama pada dokumen kependudukan padahal melanggar aturan akan diberikan sanksi administratif berupa teguran tertulis. Sanksi tersebut diberikan oleh Mendagri melalui Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Di sisi lain, jika penduduk mengubah nama, perubahan pada dokumen dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri dengan syarat sesuai peraturan perundang-undangan. Jika penduduk melakukan pembetulan nama termasuk pada dokumen kependudukan, pencatatan dikoreksi berdasarkan dokumen autentik (asli) yang menjadi dasar pembetulan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sebagai catatan, aturan penulisan nama pada dokumen kependudukan ini berlaku sejak Permendagri Nomor 73 Tahun 2022 diundangkan pada 21 April 2022. Dengan demikian, nama penduduk yang tercatat pada dokumen kependudukan sebelum tanggal tersebut masih tetap berlaku dan tidak perlu melakukan perubahan. SUMBER : KOMPAS.com